Jaring makanan merupakan gabungan dari rantai makanan yang saling berhubungan dikombinasikan, tumpang tindih dalam suatu ekosistem. Biasanya jaring makanan ini juga dikenal dengan nama lain sumber daya-konsumen. Makhluk hidup dan lingkungan merupakan hal yang tak dipisahkan dalam jaring makanan. Jaring makanan adalah perpindahan energi makanan dari sumber daya tumbuhan melalui seri organisme atau melaui jenjang makan. Rantai makanan merupakan bagian-bagian jaring-jaring makanan, dimana rantai makanan bergerak secara linear dari produsen ke konsumen teratas. Ketergantungan makhluk hidup dan lingkungannya menjadi bagian dari kehidupan di dalam sebuah ekosisitem. Tumbuhan mendapatkan energi dari matahari, hewan mendapatkan energi dari tumbuhan atau hewan lainnya yang memakan tumbuhan. Makhluk hidup yang dapat membuat makanannya sendiri disebut produsen. Banyak jenis makhluk hidup yang tidak dapat membuat sendiri makanannya, mereka mendapatkan energi dari makanan yang mereka makan. Makhluk hidup yang memakan makanaan tanpa bisa membuatnya sendiri disebut dengan konsumen. (Arief, 2023).
Di dalam ekosistem terjadi saling ketergantungan antar komponen, sehingga apabila salah satu komponen mengalami gangguan maka mempengaruhi komponen lainnya. Ekosistem dikatakan seimbang apabila jumlah antara produsen, konsumen I dan konsumen II seimbang.
Komponen biotik mempengaruhi komponen abiotik. Contohnya adalah tumbuhan hijau dalam proses fotosintesis menghasilkan oksigen, sehingga kadar oksigen meningkat dan suhu lingkungan menjadi sejuk. Jadi tumbuhan hijau (komponen biotik) mampu mempengaruhi komposisi udara dan suhu lingkungan (komponen abiotik).
Komponen abiotik mempengaruhi komponen biotik. Contohnya adalah cahaya, tanah, air, udara, dan unsur hara (komponen abiotik) mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan (komponen biotik).
Sedangkan contoh hubungan saling ketergantungan antara sesama komponen biotik adalah sebagai berikut.
Saling ketergantungan intraspesies (makhluk hidup sejenis). Contohnya sekumpulan lebah saling bekerja sama mengumpulkan madu sebagai cadangan makanan di sarangnya.
Saling ketergantungan antarspesies (makhluk hidup tidak sejenis). Contohnya tanaman kacang-kacangan memerlukan bakteri Rhizobium untuk membantu menambah nitrogen bebas dari udara, sedangkan bakteri Rhizobium memerlukan media atau substrat dan makanan untuk hidup.
Saling ketergantungan antarspesies yang berbeda jenis juga terjadi dalam peristiwa makan dan dimakan. Peristiwa makan dan dimakan menimbulkan perpindahan materi dan energi. Hal ini akan membentuk jaring-jaring kehidupan yang terdiri dari rantai makanan, jaring-jaring makanan, dan piramida makanan. (Sodikin, 2016)
Hubungan makan-memakan umumnya saling menjalin menjadi jaring-jaring makanan. Dalam jaring-jaring makanan tentu saja terdapat berbagai jenis hubungan antar spesies. Ada spesies yang bersaing dengan spesies lain dalam mendapatkan makanan (kompetisi), ada juga spesies yang dapat hidup berdampingan dengan baik dengan spesies lain (koek-sistensi). Memahami koeksistensi spesies menjadi salah satu hal yang paling menantang bagi ahli ekologi. Beberapa ilmuwan telah membahas bagaimana keragaman spesies berkaitan dengan koeksistensi dalam suatu komunitas. Kivan telah membahas empat model jaring-jaring makanan dengan banyak spesies. Jaring-jaring makanan yang dipertimbangkan oleh Kivan lebih kompleks jika dibandingkan dengan model jaring-jaring makanan sederhana yang biasanya terdiri dari 2 sampai 4 spesies. Dalam model yang dikembangkan oleh Kivan terdapat dua tipe pemangsa, yaitu pemangsa generalis dan pemangsa spesialis. Pemangsa generalis adalah pemangsa yang dapat memakan beberapa jenis mangsa. Sebaliknya, pemangsa spesialis adalah pemangsa yang hanya memangsa spesies tertentu. (Jabar et al., 2021).
Ekosistem laut sebagai salah satu ekosistem di dunia, merupakan suatu dunia sendiri, di mana ada di dalamnya terdapat proses dan komponen-kompenen kehidupan yang serupa dengan proses yang terjadi pada ekosistem daratan. Ekosistem air laut luasnya lebih dari 2/3 permukaan bumi ( + 70 % ), karena luasnya dan potensinya yang sangat besar, ekosistem laut menjadi perhatian banyak orang. Ekosistem laut disebut juga ekosistem bahari yang merupakan ekosistem yang terdapat di perairan laut, terdiri atas ekosistem perairan dalam, ekosistem pantai pasir dangkal/bitarol, dan ekosistem pasang surut. Habitat laut (oseanik) ditandai oleh salinitas (kadar garam) yang tinggi dengan ion CImencapai 55% terutama di daerah laut tropik, karena suhunya tinggi dan penguapan besar. Di daerah tropik, suhu laut sekitar 25°C. Perbedaan suhu bagian atas dan bawah tinggi. Di daerah dingin, suhu air laut merata sehingga air dapat bercampur, maka daerah permukaan laut tetap subur dan banyak plankton serta ikan. Gerakan air dari pantai ke tengah menyebabkan air bagian atas turun ke bawah dan sebaliknya, sehingga memungkinkan terbentuknya rantai makanan yang berlangsung balk. Habitat laut dapat dibedakan berdasarkan kedalamannya dan wilayah permukaannya secara horizontal. (Arianto, 2017).
Alga yang biasa dimakan oleh ikan-ikan kecil akan bertambah banyak dan mengganggu kesehatan karang. Ketika terumbu karang rusak, ikan-ikan kecil terancam punah, demikian pun ikan-ikan besar. Dengan kata lain, berkurangnya populasi hiu dan pari manta dalam jumlah banyak akan berdampak negatif bagi ketahanan pangan. (Aditya, Z. F. & Al-Fatih, S, 2017)
Ekosistem hutan mangrove berada di zona pasang surut seperti rawa-rawa, laguna, muara sungai dan pantai di daerah pesisir tropis dan subtropis yang relatif terlindung, mengandung endapan lumpur dan lereng endapan tidak lebih dari 0,25 – 0,50%, tersusun atas pohon dan semak, serta toleran terhadap garam. Ekosistem ini merupakan salah satu ekosistem pesisir yang unik dan menjadi sumberdaya alam yang sangat potensial guna mendukung eksistensi keanekaragaman flora dan fauna di dalamnya. Komunitas terestrial akuatik yang ada di dalamnya secara langsung atau tidak langsung berperan penting bagi kelangsungan hidup manusia baik dari segi ekonomi, sosial maupun ekologi.
Hutan mangrove memiliki peran yang kompleks, baik secara fisik, kimia biologi maupun sosial ekonomi. Ekosistem hutan mangrove memiliki tingkat produktivitas paling tinggi dibandingkan dengan ekosistem pesisir lainnya dan menyediakan perlindungan dan makanan bagi biota perairan berupa bahan-bahan organik yang penting dalam siklus hidup (tempat pemijahan/spawning ground, asuhan/nursery ground dan mencari makan/feeding ground) berbagai jenis ikan, udang dan moluska. Vegetasi hutan mangrove memiliki keunikan sebab mampu tumbuh meski terpapar gelombang dan salinitas air laut karena memiliki kemampuan adaptasi morfologi dan fisiologi yang unik. Selain itu hutan mangrove merupakan pemasok bahan organik melalui produksi seresah, sehingga dapat menyuburkan perairan sekitarnya dengan menyediakan makanan untuk organisme yang hidup di perairan tersebut. ( Eddy et al., 2015)
Daftar Pustaka
Aditya, Z. F. & Al-Fatih, S. (2017). PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP IKAN HIU DAN IKAN PARI UNTUK MENJAGA KESEIMBANGAN EKOSISTEM LAUT INDONESIA. Legality, 24 (2), 224-235.
Arianto, H. (2017). URGENSI PERLINDUNGAN EKOSISTEM LAUT TERHADAP BAHAYA ILEGAL FISHING. Lex Jurnalica, 14 (3), 184-191.
Arief, M. M. (2023). INTEGRASI MATERI IPA “EKOSISTEM BAGI KEHIDUPAN MANUSIA” DENGAN AYAT AL-QUR’AN. Jurnal Tarbiyah; Jurnal Ilmiah Kependidikan dan Keagamaan, 7 (1), 94-111.
Damayanty, S., Misdayanti., Ainurafiq. (2023). LITERATUR REVIEW: RISIKO KESEHATAN MELALUI KONSUMSI IKAN YANG MENGANDUNG LOGAM BERAT NIKEL (Ni). JAMBURA JOURNAL OF HEALTH SCIENCE AND RESEARCH (JJHSR), 5 (4), 1088-1100.
Eddy, S., Mulyana, A., Ridho, M. R., Iskandar, I. (2015). DAMPAK AKTIVITAS ANTROPOGENIK TERHADAP DEGRADASI HUTAN MANGROVE DI INDONESIA. Jurnal Lingkungan dan Pembangunan, 1 (3), 240-254.
Sodikin. (2016). KONSEP REZEKI DALAM PERSPEKTIF SAINS. Jurnal Al-Makrifat, 1 (1), 141-154.