Pada analisis jurnal pertama yang berjudul “Interaksi antara Capung dengan Arthoropoda dan Vertebrata Predator di Kepenjen” oleh Dalia B.P.I. & Amin S.L. di publikasikan pada jurnal Biotropika, 2 (1) 2014, memiliki latar belakang untuk mengetahui interaksi antara capung dengan Arthropoda dan vertebrata di lahan pertanian Kepanjen, Jawa Timur serta perannya sebagai predator bagi berbagai Arthropoda di pertanian, sehingga memahami interaksi ini dapat mendukung pengembangan sistem pertanian berkelanjutan. Tujuan penelitian untuk mengetahui keberadaan serangga musuh alami, khususnya interaksi capung dan hewan lain di lahan padi organik, sehingga dapat mendorong munculnya sistem pertanian berkelanjutan dan mengetahui peran capung sebagai bioindikator lingkungan bersih dan sifat polifaga. Metode penelitian dilaksanakan dengan melakukan pengamatan lapang pada area pertanian padi di Desa Sengguruh. Metode pengamatan yang digunakan adalah “visual control”, peneliti berjalan sepanjang pematang sawah dengan melihat fauna yang terdapat pada area penelitian. Fauna yang terlihat kemudian dicatat dengan hati-hati untuk meminimalisir aktivitas fauna yang terganggu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa capung spesies Orthetrum sabina dimangsa oleh Mabuya sp. Capung tersebut juga terlihat menyambar walang sangit yang sedang terbang, kemudian dimangsa. Beberapa peristiwa interaksi capung dengan Arthropoda berhasil didokumentasikan, antara lain O. sabina yang sedang memangsa Acrididae dan O. sabina yang sedang memangsa Pelopidas conjunctus. Pembahasan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa capung memiliki peran penting sebagai predator bagi berbagai Arthropoda di pertanian, seperti ordo Lepidoptera, Hymenoptera, Hemiptera, Orthoptera, dan Diptera. Capung juga menjadi mangsa bagi Arthropoda, seperti Araneida, dan vertebrata, seperti Anura, Mabuya sp., dan Todiramphus chloris. Interaksi ini menunjukkan bahwa capung memiliki peran yang signifikan dalam ekosistem pertanian, baik sebagai predator maupun mangsa. Keunggulan penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam pemahaman tentang peran capung dalam ekosistem pertanian, terutama dalam interaksi dengan Arthropoda dan vertebrata yang dapat menjadi dasar untuk pengembangan strategi pengendalian hayati dalam pertanian. Kelemahannya hanya melakukan observasi lapangan pada lokasi dan jangka waktu tertentu, yang mungkin membatasi kemampuan generalisasi temuan pada wilayah atau musim lain. Selain itu, identifikasi capung dan Arthropoda hanya dilakukan pada tingkat spesies atau famili saja, sehingga mungkin membatasi kedalaman analisis. Lalu, penelitian ini tidak menilai potensi dampak faktor lingkungan, seperti suhu atau kelembapan, terhadap interaksi yang diamati antara capung dan organisme lain, yang dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang dinamika ekologi ini.
Pada analisis jurnal kedua yang berjudul “Struktur Jaring Makanan Tanah pada Perkebunan Kakao Petani Kecil Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara, Indonesia” oleh Kilowasid L.M. H. et al. di publikasikan pada jurnal Agrivita, 35(1) 2014. Penelitian ini dilatar belakangi oleh kebutuhan untuk memahami struktur jaring makanan tanah pada perkebunan kakao petani kecil di Sulawesi Tenggara, Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana perubahan temporal pada karakteristik struktur jaring makanan tanah dapat memengaruhi produktivitas primer bersih ekosistem tanah dan bagaimana faktor-faktor lingkungan makro-artropoda memengaruhi biomassa pada tingkat trofik dan saluran energi akar jaring makanan tanah. Teori utama penelitian mencakup konsep struktur jaring makanan tanah, dinamika biomassa pada tingkat trofik, pengaruh faktor lingkungan makro-artropoda terhadap jaring makanan tanah, serta perubahan temporal pada karakteristik struktur jaring makanan tanah. Selain itu, teori utama juga mencakup konsep praktik pengelolaan kesuburan tanah berdasarkan proses biologis di wilayah pertanian tropis. Teori ini juga melibatkan konsep interaksi bawah tanah dalam agroekosistem tropis, pengelolaan tanah secara biologis, dan keanekaragaman hayati tanah.Metode penelitian ini menggunakan analisis varian univariat dengan uji beda nyata terkecil (LSD) post hoc untuk mendeteksi perbedaan biomassa pada tingkat trofik dan saluran energi dari jaring makanan tanah pada umur tanaman kakao yang berbeda. Asumsi normalitas diuji dengan menggunakan Shapiro-Wilk dan asumsi homogenitas varian antar kelompok diuji dengan uji Levene’s. Pengumpulan sampel dilakukan dengan menggunakan silinder stainless steel dengan diameter 7,4 cm pada setiap sudut persegi setiap tempat. Analisis fraksi organik tanah dilakukan pada setiap lokasi dengan kedalaman tanah 15 cm. Pengambilan sampel untuk analisis fraksi organik tanah dilakukan dengan menggunakan inti tanah berbentuk silinder berdiameter 7,4 cm disetiap sudut persegi setiap tempat. Sampel akar aktif, mikroba, protozoa, nematoda, acari, collembola, enchytraeids, dan makrofauna tanah dikumpulkan sebanyak lima kali dalam kurun waktu satu tahun. Diperoleh hasil penelitian bahwa biomassa pada tingkat trofik 0 tidak menunjukkan peningkatan linier seiring bertambahnya umur tanaman kakao. Biomassa akar meningkat secara signifikan pada tanaman kakao umur 4-5 tahun, namun cenderung menurun setelah tanaman kakao berumur 5 tahun. Biomassa pada tingkat trofik 1, 2, dan 3 juga tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan seiring bertambahnya umur tanaman kakao. Studi ini juga menemukan bahwa ketersediaan bahan organik tanah sebagai sumber energi primer komunitas jaring makanan tanah relatif stabil, dan perubahan temporal pada karakteristik struktur jaring makanan tanah tidak bergantung pada produktivitas primer bersih ekosistem tanah. Variasi biomassa pada tingkat trofik dan biomassa pada saluran energi akar jaring makanan tanah sangat dipengaruhi oleh faktor biotik lingkungan makro-artropoda seperti kemampuan fasilitasi dan rekolonisasi serta aksesibilitas pada umur petani kakao kecil yang berbeda-beda. Keunggulan dari penelitian yaitu memberikan berkontribusi pada pemahaman tentang dinamika saluran aliran energi dalam jaring makanan tanah, yang sangat penting untuk menentukan praktik pengelolaan kesuburan tanah berdasarkan proses biologis di lingkungan tropis. Sedangkan kelemahan penelitian ini berfokus pada perkebunan kakao skala kecil di wilayah tertentu di Indonesia, sehingga temuan ini mungkin terbatas pada wilayah penghasil kakao lain yang memiliki kondisi lingkungan dan praktik pengelolaan berbeda. Selain itu studi ini hanya berfokus pada dinamika jaring makanan di tanah dan tidak mengeksplorasi secara mendalam potensi dampak faktor eksternal seperti perubahan iklim, perubahan penggunaan lahan, atau praktik pertanian terhadap dinamika jaring makanan di tanah di perkebunan kakao. Selain itu, ketergantungan studi ini pada pengukuran biomassa dan analisis aliran energi mungkin tidak sepenuhnya menangkap kompleksitas dinamika jaring makanan tanah, karena studi ini tidak memperhitungkan interaksi dan putaran umpan balik dalam jaring makanan tanah.
Pada analisis jurnal ketiga yang berjudul “Hubungan Antara Tipe Habitat dan Rantai Makanan pada Areal Reklamasi dan Revegetasi Pasca Tambang Batu Bara” oleh Soegiharto S. di publikasikan pada jurnal Penelitian Ekosistem Dipterokarpa, 6 (2) 2020. Memiliki latar belakang penelitian yaitu untuk memahami hubungan antara tipe habitat dan rantai makanan pada lahan reklamasi dan revegetasi pasca tambang batu bara. Dengan memahami hubungan ini, diharapkan dapat memberikan rekomendasi cara mempercepat suksesi di daerah reklamasi tersebut. Selain itu, penelitian ini juga ingin menentukan tipe rantai makanan masing-masing habitat di lahan reklamasi dan revegetasi pasca tambang batu bara, serta mengidentifikasi potensi persebaran jenis burung pada areal revegetasi pasca penambangan yang sangat bervariasi. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan analisis multivariat untuk mengumpulkan data komunitas tumbuhan dan burung melalui pengamatan langsung di lokasi lahan pasca tambang batubara. Data komunitas tumbuhan dikumpulkan melalui survei menggunakan metode jalur berpetak dengan pengamatan vegetasi pada petak utama 20mx20m dengan 3x ulangan dalam 1 tipe habitat. Pengambilan sampel dilakukan mewakili masing-masing jalur pengamatan, dengan banyaknya jalur sebanyak 3 jalur dengan panjang 50 m, masing-masing jalur diambil 3 sampel pengamatan. Data lain yang dikumpulkan meliputi jumlah kehadiran spesies burung di suatu tipe habitat dan keberadaan spesies tumbuhan bawah. Analisis data menggunakan Hyper Cannonical Correspondence Analysis (hCCA) dengan data dikelompokkan menjadi B1-n (spesies burung), S1-n (spesies semak), F1-n (rantai makanan), dan P1-n (produksi tanaman/makanan yang dapat dimakan). Matriks data dibangun terdiri atas spesies tumbuhan pokok revegetasi sebagai sampel (x) dan maksimal 3 sub lingkungan (y) yaitu B1-n (spesies burung), S1-n (spesies semak). Penelitian ini dilaksanakan di areal kerja perusahaan batubara PT. X di Kota Sangasanga yang merupakan lahan reklamasi dan revegetasi pasca tambang batu bara yang berumur 5 tahun dengan enam spesies tumbuhan pokok sebagai perwakilan tipe habitatnya. Hasil penelitian ini berhasil mengidentifikasi 21 jenis semak dan 36 jenis burung pada areal reklamasi dan revegetasi pasca tambang batu bara. Potensi persebaran jenis burung pada areal revegetasi pasca penambangan sangat bervariasi dengan banyak jenis semak di setiap areal. Analisis menggunakan Hyper Cannonical Correspondence Analysis (hCCA) menunjukkan hubungan antara spesies vegetasi tanaman bawah dan pokok dengan spesies burung, yaitu peran burung dalam rantai makanan dan peran vegetasi sebagai produsen. Pola hubungan rantai makanan antara tipe habitat dan keanekaragaman spesies burung di lahan reklamasi dan revegetasi pasca tambang batu bara dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang ekosistem di area tersebut. Sehingga penelitian ini memiliki keunggulan dapat memberikan kontribusi penting dalam pemahaman tentang hubungan antara tipe habitat dan rantai makanan pada lahan reklamasi dan revegetasi pasca tambang batu bara, serta memberikan wawasan yang berguna dalam upaya konservasi dan rehabilitasi ekosistem pasca tambang. Kelemahan penelitian ini yaitu terbatasnya durasi periode observasi. Wilayah studi hanya berumur lima tahun pasca-penambangan, dan suksesi ekologis di wilayah reklamasi memerlukan waktu puluhan tahun untuk berkembang sepenuhnya. Periode observasi yang lebih lama akan memberikan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai perkembangan ekosistem dan dinamika rantai makanan serta keanekaragaman spesies burung dari waktu ke waktu. Selain itu, studi ini juga berfokus pada wilayah reklamasi pasca tambang batu bara tertentu, yang mungkin membatasi kemampuan generalisasi temuan ini pada lokasi penambangan reklamasi lainnya yang memiliki kondisi ekologi dan komposisi spesies tanaman berbeda. Pengambilan sampel yang lebih luas atas wilayah pertambangan yang direklamasi dengan umur dan komposisi spesies tumbuhan yang bervariasi dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang hubungan antara tipe habitat, rantai makanan, dan keanekaragaman spesies burung di ekosistem pasca tambang.
Sumber Analisis:
Dalia B.P.I. & Amin S.L (2014). Interaksi antara Capung dengan Arthoropoda dan Vertebrata Predator di Kepenjen. Jurnal Biotropika, 2 (1).
Kilowasid L.M. H., Tati S.M., Endah S. & Fransiskus X.S. (2014). Struktur Jaring Makanan Tanah pada Perkebunan Kakao Petani Kecil Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara, Indonesia. Jurnal Agrivita, 35 (1)
Soegiharto S. (2020). Hubungan Antara Tipe Habitat dan Rantai Makanan pada Areal Reklamasi dan Revegetasi Pasca Tambang Batu Bara. Jurnal Penelitian Ekosistem Dipterokarpa, 6 (2)
Daftar Pustaka pada Jurnal Dalia B.P.I. & Amin S.L (2014) :
Corbet, P.S. 1962. A biology of dragonflies. HF & G Witherby LTD. London.
Subramanian, K.A. 2009. Dragonflies of India-a field guide. India Offset Press. New Delhi.
Sudiarso. 2007. Pupuk Organik dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan. Unit Penerbitan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Rahadi, W.S., B. Feriwibisono, M.P. Nugrahani, B.P.I. Dalia & T. Makitan. 2013. Naga terbang Wendit. Indonesia Dragonfly Society. Malang.
Kanisius. 1991. Kunci determinasi serangga. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. [6] Sutirjo. 2006. Penyebaran spesies odonata di wilayah Malang Raya, sebuah studi peran odonata sebagai pengendali populasi nyamuk.Pascasarjana Universitas Brawijaya.
Malang. Disertasi
Bedjanic, M., K. Conniff & G. de S. Wijeyeratne.2007. Dragonflies of Sri Lanka: a photographic guide to the dragonflies of Sri Lanka. Jetwing Eco Holidays. Colombo.
Steiner, U. K. 2007. Linking antipredator behaviour, ingestion, gut evacuation and costs of predator[1]induced responses in tadpoles. Science Direct. Animal Behaviour. 74:1473- 1479.
Falico, D.A., J.A. Lopez & C.E. Antoniazzi. 2012. Opportunistic predation upon dragonflies by Pseudis limellum and Pseudis paradoxa (Anura: Hylidae) in the Gran Chaco Region, Argentina. Herpetology Notes. 5:215-217. [10] Hosamani, V., S. Pradeep, S. Sridhara & C.M. Kalleshwaraswamy. 2009. Biological studies on paddy earhead bug, Leptocorisa oratorius Fabricus (Hemiptera:Alydidae). Academic Journal of Entomology. 2(2):52-55.
Feriwibisono, B. 2013. Kajian diversitas capung (Odonata) dan hubungannya dengan karakteristik habitat pada DAS dan Sub DAS Brantas di Malang Raya. Magister Biologi Universitas Brawijaya. Malang. Tesis.
CNMI Division of Fish and Wildlife. Native Forestbird Collared Kingfisher. https://www.bsp.com.bn/panagaclub/p nhs/Focus_On_Birds_files/Birds_Mar kHessels.pdf. Diakses 3 Desember 2014.
Vitt, L.J. & D.G. Blackburn. 1991. Ecology and life history of the viviparous lizard Mabuya bistriata (Scincidae) in the Brazilian Amazon. Copeia. American Society of Ichthyologists and Herpetologists. 4:916-927
Sumber Pustaka pada Kilowasid L.M. H. et al. (2014) :
Adl, SM, D. Acosta-Mercado dan DH Lynn. 2008. Protozoa.Di dalam: Carter, MR dan EG Gregorich. 2danedisi. (Ed.),Pengambilan sampel tanah dan metode analisisnya, Perkumpulan Ilmu Tanah Kanada, Inc. hal. 455-469.
Aira, M., L.Sampedro, F. Monroy dan J. Dominguez. 2008. Merusak cacing tanah secara langsung memodifikasi strukturnya, sehingga mengubah fungsi jaring makanan mikrodekomposer. Biologi dan Biokimia Tanah 40: 2511-2516.
Bakken, LR dan RA Olsen. 1985. Apung kepadatan dan kandungan bahan kering mikroorganisme: konversi biovolume terukur menjadi biomassa. Mikrobiologi Terapan dan Lingkungan 45 (4): 1188-1195.
Bardgett, RD dan DA Wardle. 2010. Di atas[1]hubungan bawah tanah: interaksi biotik, proses ekosistem, dan perubahan global. Pers Universitas Oxford. New York. hal.297.
Beare, MH, RW Parmelee, PF Hendrix, W. Cheng, DC Coleman dan DA Jr. Crossley. 1992. Interaksi mikroba dan fauna serta pengaruhnya terhadap nitrogen serasah dan dekomposisi di agroekosistem. Monograf Ekologi 62 (4): 569-591.
Belay[1]Tedla, A., X. Zhou, B. Su, S. Wan dan Y. Lou. 2009. Kolam karbon dan nitrogen yang labil, bandel, dan mikroba pada tanah padang rumput tinggi di dataran besar AS mengalami pemanasan dan pemotongan secara eksperimental. Biologi dan Biokimia Tanah 41 : 110-116.
Berg, M., JP Kniese, JJM Bedaux dan HA Verhoef .1998. Dinamika dan stratifikasi kelompok fungsional mikro dan mesoarthropoda di lapisan organik hutan pinus Skotlandia. Biol Subur Tanah 26 : 268- 284.
Berg, M., PC de Ruiter, W. Didden, M. Jansen, T. Schouten dan H. Verhoef. 2001. Jaring makanan masyarakat, dekomposisi dan mineralisasi nitrogen di tanah hutan pinus Skotlandia bertingkat. Oikos 94: 130-142.
Bezemer, TM, MT Fountain, JM Barea, S. Christensen, SC Dekker, H. Duyts, R. van Hal, JA Harvey, K. Hedlund, M. Maraun, J. Mikola, AG Mladenov, C. Robin, PC de Ruiter, S. Scheu, H. Setälä, P. Šmilauer dan WH van der Putten. 2010. Komposisi jaringan makanan tanah yang berbeda namun serupa pada masing[1]masing tumbuhan: spesies tumbuhan dan pengaruh komunitas. Ekologi 91: 3027-3036
Bonkowsky, M., C. Villenave dan B. Griffiths. 2009. Fauna rizosfer: keanekaragaman fungsional dan struktural interaksi erat fauna tanah dengan akar tanaman. Tanaman Tanah 321: 213-233
Brady, CJ dan RA Noske. 2006. Digeneralisasikan regresi memberikan perkiraan yang baik mengenai biomassa serangga dan laba[1]laba di daerah tropis monsun Australia. Jurnal Entomologi Australia 45: 187-191.
Coleman, DC 2008. Dari peds ke paradoks: keterkaitan antara biota tanah dan pengaruhnya terhadap proses ekologi. Biologi & Biokimia Tanah 40: 271-289. Collins, PT 1991. Hubungan panjang-biomassa untuk Gastropoda terestrial dan Oligochaeta, Am.Midl. Nat. 128: 404-406.
Delabie, JHC, B. Jahyny, IC do Nascimento, CSF Mariano, S. Lacau, S. Campiolo, SM Philpott, dan M. Leponce. 2007. Kontribusi perkebunan kakao terhadap konservasi semut asli (insecta: Hymenoptera: Formicidae) dengan penekanan khusus pada fauna hutan Atlantik di selatan Bahia, Brazil. Konservasi Keanekaragaman Hayati 16: 2359-2384.
de Ruiter, PC, J.Bloem, LA Bouwman, WAM Didden, GHJ Hoenderboom, G. Lebbink, JCY Marinissen, JA de Vos, MJ Vreeken[1]Buijs dan KB Zwart. 1994. Simulasi dinamika mineralisasi nitrogen dalam jaring makanan bawah tanah dari dua sistem pertanian subur. Pertanian. Ekosistem. Mengepung. 51: 199-208.
Didden, WAM, JCY Marinessen, MJ Vreeken-Buijs, SLGE Burgers, R. de Fluiter, M. Geurs dan L. Brussaard. 1994. Meso[1]dan makrofauna tanah dalam dua sistem pertanian: faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika populasi dan evaluasi perannya dalam dinamika karbon dan nitrogen. Pertanian, Ekosistem, dan Lingkungan 51: 171-186.
Direktorat Jenderal Perkebunan, Pertanian Kementerian, RI. 2011. Luas dan produksi menurut kategori produsen.http://ditjenbun.deptan.go.id/ cigraph/index.php/viewstat/ komoditiutam a/4-Kakao .unduh: 25 November 2011.
Doblas-Miranda, E., F. Sánches-Piñero dan A. Gonzalez-Megias. 2009. Berbagai faktor penataan namun saling terhubung membentuk serasah dan jaring makanan makrofaunal di bawah tanah. Biologi & Biokimia Tanah 41: 2543-2550.
Ekelund, F., R. Rønn dan B. Griffths. 2001. Estimasi kuantitatif struktur komunitas flagellata dan keanekaragaman dalam sampel tanah. Protista 152: 301-314.
Ferris, H. 2010. Bentuk dan Fungsi : Metabolik jejak nematoda di jaring makanan tanah. Jurnal Biologi Tanah Eropa 46: 97-104. Ganihar, SR 1997. Perkiraan biomassa artropoda darat berdasarkan panjang tubuhnya. J. Biosci. 22(2): 219-224.
Gaspar, ML, MN Cabello, R. Pollero dan MA Aon. 2001. Hidrolisis fluorescein diasetat sebagai ukuran biomassa jamur di tanah. Mikrobiologi Saat Ini 42: 339-344. Hijau, VS, DE Stott, dan M. Diack. 2006. Uji aktivitas hidrolitik fluorescein diasetat: Optimasi Sampel Tanah. Biologi dan Biokimia Tanah 38: 693-701.
Gruner, DS 2003. Regresi panjang dan lebar untuk memprediksi biomassa arthropoda di Kepulauan Hawaii. Sains Pasifik. 57(3): 325-336.
Hertel, D., MA Harteveld dan C. Leuschner. 2009. Konversi hutan tropis menjadi agroforestri mengubah fluks karbon yang berasal dari akar ke dalam tanah. Biologi dan Biokimia Tanah 41: 481-490.
Kamp Holt. R., P.Kardol, A.van der Wal, SC Dekker, WH van der Putten, dan PC de Ruiter. 2008. Jaring makanan tanah selama pengembangan ekosistem setelah pengabaian lahan. Ekologi Tanah Terapan 39: 23-34.
Holtkamp, R., A. van der Wal, P. Kardol, WH van der Putten, PC de Ruiter, dan SC Dekker. 2011. Pemodelan mineralisasi C dan N pada jaring makanan tanah pada suksesi sekunder pada lahan bekas garapan. Biologi dan Biokimia Tanah 43: 251-260
Höfer, H., dan R. Ott. 2009. Pendugaan biomassa laba-laba Neotropis dan arakhnida lainnya (Araneae, Opiliones, Pseudoscorpiones, Ricinulei) dengan regresi panjang massa. Jurnal Arachnologi 37: 160-169.
Hubbel, SP 2001. Teori netral terpadu keanekaragaman hayati dan biogeografi. Pers Universitas Princeton. Jersey baru. Berburu, HW, DC Coleman, ER Ingham, RE Ingham, ET Elliot, JC Moore, SL Rose, CPP, Reid dan CR Morley. 1987. Jaring makanan detrital di padang rumput pendek. biologi. Subur. Tanah. 3: 57-68.
ICCO. 2010. Organisasi Kakao Internasional. London. Kilowasid, LMH 2012. Pengendalian fauna tanah masyarakat tentang status nitrogen di perkebunan kakao. ITBBandung. Disertasi. hal.92-93. (di Indonesia).
Kilowasid, LMH, TS Syamsudin, FX Susilo dan E. Sulistyawati. 2012. Keanekaragaman Ekologis fauna tanah sebagai perekayasa ekosistem di perkebunan kakao rakyat di Konawe Selatan. J Trop Tanah 17 : 173-180.
Kilowasid, LMH, TS Syamsudin, FX Susilo, E. Sulistyawati dan H. Syaf. 2013. Karakteristik Komunitas Fauna Tanah dan Habitat Perkebunan Kakao Rakyat di Konawe Selatan. J Trop Tanah 18 (2): 149-159.
Klein, DA, dan MW Paschke. 2000. Sebuah tanah indeks struktural-fungsional komunitas mikroba: rasio biovolume total/aktif/ jamur aktif/bakteri (TA/AFB) berbasis mikroskop. Ekologi Tanah Terapan 14: 257-268.
Laakso, J. 1999. Efek jangka pendek dari semut kayu (Akuilonia formikaYarr.) pada struktur komunitas hewan tanah. Biologi dan Biokimia Tanah 31: 337-343.
Li, Y., dan G. González. 2008. Jamur tanah dan makrofauna di daerah neotropis.Di dalamMisteri, RW (ed.). Suksesi Pasca Pertanian di Neotropis. Peloncat. hal.93-114.
Lorange-Merciris, G., D. Imbert, F. Bernhard[1]Reversat, P. Lavelle dan JF Ponge. 2008. Kandungan N serasah mempengaruhi kelimpahan milipede tanah, kekayaan spesies dan preferensi makan di lingkungan semi hutan kering yang selalu hijau di Guadeloupe (Antille Kecil). Biol Subur Tanah 45 : 93-98.
Marhaning, AR, AAS Mills, dan SM Adl. 2009. Perubahan komunitas tanah selama suksesi sekunder pada padang rumput yang dinaturalisasi. Ekologi Tanah Terapan 41: 137-147.
Mikola, J dan H. Setala. 1999. Interaksi dari omnivora, saluran energi dan ketersediaan C dalam jaring makanan tanah berbasis mikroba. Biol Subur Tanah 28 : 212-218.
Moco, MKS, EF Gama-Rodrigues, AC Gama-Rodrigues, RCR Machado dan VC Baligar. 2009. Fauna tanah dan serasah pada sistem agroforestri kakao di Bahia, Brazil. Sistem Agroforestri 76: 127-138.
Moore, JC dan HW Hunt. 1988. Sumber Daya kompartementasi dan stabilitas ekosistem nyata. Alam 333: 261-263.
Moore, JC, DE Walter dan WH Hunt. 1988. Regulasi arthtropoda mikro dan mesobiota dalam jaring makanan detrital di bawah tanah. Ann. Pendeta Entomol.33:419 – 439.
Moore, JC 1994. Dampak praktek pertanian tentang struktur jaring makanan tanah: teori dan aplikasi. Pertanian, Ekosistem dan Lingkungan 51:239 – 247.
Moore, JC, EL Berlow, DC Coleman, PC de Ruiter, Q. Dong, A. Hastings, NC Johnson, KS McCann, K. Melville, PJ Morin, K. Nadelhoffer, AD Rosemond, DM Post, JL Sabo, KM Scow, MJ Vanni dan DH Wall. 2004. Detritus, dinamika trofik dan keanekaragaman hayati. Surat Ekologi 7: 584-600.
Moore, JC, K. McCann dan PC de Ruiter. 2005. Pemodelan jalur trofik, siklus unsur hara, dan stabilitas dinamis tanah. Pedobiologi 49: 499-510.
Moya-Larano, J dan DH Bijaksana. 2007. Langsung dan dampak tidak langsung semut terhadap jaring makanan di dasar hutan. Ekologi 88(6):1454-1465.
Munoz, F., dan J. Beer. 2001. Dinamika akar halus perkebunan kakao yang teduh di Kosta Rika. Sistem Agroforestri 51:119-130.
Osler, GHR dan M. Sommerkorn. 2007. Menuju siklus C dan N tanah yang lengkap: menggabungkan fauna tanah. Ekologi 88: 1611-1621.
Petchey, OL, PJ Morin, dan H. Olff. 2010. Itu Topologi jaringan interaksi ekologi: canggih. Dalam: Verhoef HA dan PJ Morin (eds.): Ekologi komunitas: proses, model, dan aplikasi. Pers Universitas Oxford. New York. P. 7-22.
Person, T. dan U. Lohm. 1977. Energik pentingnya Annelida dan artropoda di tanah padang rumput Swedia. Buletin Ekologi No. 23. Dewan Penelitian Ilmu Pengetahuan Alam Swedia. hal.210. Rooney, N., K. McCann, G. Gellner dan JC Moore. 2006. Asimetri struktural dan stabilitas jaring makanan yang beragam. Alam 442: 265 -269.
Rovira, P. dan VR Vallejo. 2002. Labil dan kumpulan karbon dan nitrogen yang membandel dalam bahan organik yang terurai pada kedalaman berbeda di dalam tanah: pendekatan hidrolisis asam. Geoderma 107:109 – 141.
Rovira, P. dan VR Vallejo. 2007. Labil, bahan organik yang bandel dan lembam di tanah hutan Mediterania. Biologi & Biokimia Tanah 39: 202 – 215.
Sabo, JL, JL Bastow, dan ME Power. 2002. Hubungan panjang-massa untuk invertebrata air dan darat dewasa di daerah aliran sungai California. JN Am. bentol. sosial. 21(2): 336 – 343.
Schimel, JP dan J. Bennet. 2004. Nitrogen mineralisasi: tantangan perubahan paradigma. Ekologi 85: 591 – 602.
Schroter, DV Wolters, dan PC de Ruiter. 2003. Mineralisasi C dan N dalam jaring makanan pengurai di transek hutan Eropa. Oikos 102: 294 – 308.
Smiley, GL dan J. Kroschel. 2008. Sementara perubahan stok karbon pada agroforestri kakao-gliricidia di Sulawesi Tengah. Indonesia. Sistem Agroforestri. 73: 219 – 231.
Smiley, GL dan J.Kroschel. 2009. Hasil perkembangan dan dinamika unsur hara pada agroforestri kakao-gliricidia di Sulawesi Tengah. Indonesia. Sistem Agroforestri. Stout, JD dan OW Sembuh. 1967. Protozoa. Di dalam: Burges, A. dan F. Raw (Eds.):Biologi tanah. Pers Akademik. New York. P. 149 – 195.
Sugihara, G., LF Bersier, dan K. Schoenly. 1997. Pengaruh agregasi taksonomi dan trofik pada sifat jaring makanan. Oekologia 112: 272-284. Susilo, FX, AM Neutal, M. van Noordwijk, K. Hairiah, G.Brown dan MJ Swift. 2004. Keanekaragaman hayati tanah dan jaring makanan.Di dalam:van Noordwijk,M., G.Cadisch, dan CK Ong: Interaksi bawah tanah dalam agroekosistem tropis: konsep dan model dengan berbagai komponen tumbuhan. Penerbitan Internasional CAB. P. 285 – 308
Swift, MJ 1997. Pengelolaan tanah secara biologis kesuburan sebagai komponen pertanian berkelanjutan: perspektif dan prospek dengan referensi khusus pada wilayah tropis. Dalam: Brussard, L. dan R. Ferrera[1]Cerrato (ed.):Ekologi tanah dalam sistem pertanian berkelanjutan. CRC Tekan LLC. Boca Raton. Bab 7.
Trolldenier, G. 1996. Biomassa bakteri. Di dalam: Schinner, F., R. Öhlinger, E. Kandeler dan R. Maegisen (Eds.)Metode dalam biologi tanah. Springer, Hong Kong. hal.135-137 van Veen, JA dan EA Paul. 1979. Konversi pengukuran biovolume organisme tanah, yang tumbuh di bawah berbagai tekanan, terhadap biomassa dan kandungan nutrisinya. Mikrobiologi Terapan dan Lingkungan 37: 686 – 692.
Viketoft, M., J. Bengtsson, B. Sohlenius, MP Berg, O. Petchey, C. Palmborg dan K. Hus-Danell. 2009. Efek jangka panjang keanekaragaman dan komposisi tanaman pada komunitas nematoda tanah di model padang rumput. Ekologi 90(1): 90 – 99.
Wardle, DA 2006. Pengaruh biotik interaksi terhadap keanekaragaman hayati tanah. Surat Ekologi 9: 870 – 886. Wallwork, JA 1970. Ekologi hewan tanah. McGraraw-Hill. London. Williams, RJ dan ND Martinez. 2004. Batasan sampai tingkat trofik dan omnivora dalam jaring makanan yang kompleks: Teori dan data. The American Naturalist 163(3): 458 – 468.
Wise, DH 2004. Batas laba-laba pengembara kepadatan mikroba detritivora utama dalam jaring makanan di dasar hutan. Pedobiologi 48: 181 – 188.
Yeates, GW 1979. Nematoda tanah di daratan ekosistem. J.Nematol. 11: 213-229.
Yeates, GW, T.Bongers, RGM De Goede, DWFreckman dan S.S. Georgieva.1993. Kebiasaan makan pada keluarga dan genera nematoda tanah, Garis besar bagi ahli ekologi tanah. J.Nematol. 25: 315 – 331
Sumber Pustaka pada Soegiharto S. (2020) :
Buehler, D.A., M.J. Welton, T.A. Beachy. (2006). Predicting cerulean warbler habitat use in the Cumberland Mountains of Tennessee. Journal of Wildlife Management 70:1763- 1769.
Dahlan, U.Z. Farisa, M.M. Ulpah, T. Rahmi, L. K. Dewi. (2008). Pemanfaatan berbagai tipe habitat oleh Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster Vieillot) di Kebun Raya Bogor. Institut Pertanian Bogor. http://repository.ipb.ac.id, diakses pada 10 oktober 2017. Dodge, S. R. (2017).
Coming home to roost: the pileated woodpecker as ecosystem engineer. Science Findings. Accessed 9 Oktober 2017. https://www.fs.fed.us /pnw/sciencef /scifi57.pdf. Harrisson, T., (1959).
World Within: A Borneo Story. Cresset Press, London. 465 pp. Hellawell, J.M. (1986). Biological indicator of freshwater pollution and environmental management. Elsevier Applied Science. London and New York. pp. 546
Holmes D. (1999). Burung-burung di Jawa dan Bali. Bogor : Puslitbang Biologi -LIPI. Hussin,
Bin.M.Z. (1996). Can our logged forest fully regenerate naturally? Paper presented at the National Symposium of Natural Resources Science and Technology. Kota Kinabalu, Sabah.
Lambert, F.R. & N.J. Collar. (2002). The future for Sundaic lowland forest birds: long-term effects of commercial logging and fragmentation. Forktail 18: 127-146.
Lopes, L.E., A.M. Fernandes, M.A. Marini. (2005). Diet of some Atlantic Forest birds. Ararajuba 13: 95-103. Mackinnon, J., K. Phillipps, B. van Ballen. 2010. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Birdlife International. Manhães, M.A., A. Loures-Ribeiro & M.M.
Dias. (2010). Diet of understorey birds in two Atlantic Forest áreas of southeast Brazil. Journal of Natural History 44: 469-489.
Moore, J.C. (1993). Impact of agricultural practices on soil food web structure: theory and application. Agriculture Ecosystem Environment 51: 239–47
Ngatiman & M. Budiono. (2007). Jenis-jenis gulma pada hutan tanaman dipterokarpa di Kalimantan Timur. Dinas Kehutanan Kalimantan Timur. LIPI/Birdlife. Bogor. Oliver, J.S.S., J.M.R.
Benayas & L.M. Carrascal. (2014). Differential effects of local habitat and landscape characteristics on bird communities in Mediterranean afforestations motivated by the EU Common Agrarian Policy. Europe JournalWildlife Restoration 60:135–143
Rosenzweig, M.L. (1985). Some theoretical aspects of habitat selection, in: Habitat Selection in Birds (M. L. Cody, ed.). Academic Press, Orlando, Florida, pp. 517- 540.
Santos, T., J.L. Tellería, M. Díaz, R. Carbonell. (2006). Evaluating the benefits of CAP reforms: can afforestations restore bird diversity in Mediterranean Spain?. Basic Application Ecology 7:483–495
Saputra, R., A.A. Purnama, R.R. Lubis. (2015). Jenis-jenis burung di perkebunan kelapa Sawit pondok pesantren Hasanatul Barokah, Rokan Hulu. E-Journal Universitas Pasir Pengaraian. http://e-journal.upp.ac.id/. diakses 10 Oktober 2017.
Setiadi, Y. (2009). Restorasi ekologi: peran Macaranga triloba sebagai catalytic species dalam permudaan alam. Kuliah Restorasi Ekologi. IPB
Southwood, T.R.E. (1977). Habitat, the template for ecological strategies?. Journal Animal Ecology 46: 337-365.
Styring, A. R. dan M. Z. Hussin. (2004). Effects of logging on woodpeckers in a Malaysian rainforest: the relationship betwen resource availability and woodpecker abundance. Journal of Tropical Ecology 20: 495-504.
Ter Braak, C.J.F. & P. Smilauer. (1998). Canoco reference manual and user’s guide to canoco for windows. Ithaca: Microcomputer Power