
Play Text-to-Speech:
Dalam kehidupan modern yang kompleks, banyak individu mengalami kegelisahan yang tidak hanya bersifat psikologis, tetapi juga spiritual. Salah satu bentuk kecemasan mendalam yang banyak dialami namun jarang dipahami secara tuntas adalah existential anxiety atau kecemasan eksistensial. Kecemasan ini tidak muncul karena tugas kantor yang menumpuk atau karena masalah keuangan, melainkan berasal dari pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang hidup itu sendiri: Apa tujuan hidupku?, Mengapa aku ada?, Apa yang akan terjadi setelah kematian?, Apakah hidupku bermakna?.
Eksistensialisme dalam filsafat mengakui kecemasan ini sebagai bagian tak terhindarkan dari kesadaran manusia. Tokoh-tokoh seperti Søren Kierkegaard, Martin Heidegger, dan Jean-Paul Sartre menekankan bahwa kesadaran akan kebebasan, kematian, kesendirian, dan absurditas hidup membawa manusia kepada krisis eksistensial. Namun, pandangan ini tidak memberikan solusi spiritual yang menyeluruh.
Sebaliknya, dalam Islam, pencarian makna dan kecemasan eksistensial tidak hanya diakui tetapi juga diarahkan. Islam memberikan jawaban komprehensif yang tidak hanya mencakup aspek psikologis, tetapi juga menyentuh dimensi terdalam dari jiwa manusia—yaitu hubungan dengan Tuhan (Allah).
Artikel ini akan membahas secara lengkap tentang apa itu existential anxiety, siapa saja yang mengalaminya, mengapa itu terjadi, dan bagaimana Islam memberikan panduan menyeluruh untuk menghadapinya. Kita juga akan menyajikan strategi spiritual dan praktis dalam bentuk template harian dzikir dan refleksi, serta bagaimana pendekatan Islam membedakan diri dari solusi sekuler atau psikoterapi barat.
1. Definisi dan Akar Existential Anxiety
Existential anxiety adalah bentuk kecemasan yang timbul dari kesadaran akan keberadaan manusia yang terbatas, termasuk pemahaman tentang kematian, kebebasan, tanggung jawab pribadi, dan pencarian makna hidup. Ini berbeda dengan kecemasan biasa yang muncul karena situasi eksternal seperti ujian, pekerjaan, atau masalah relasional.
1.1. Akar Filosofis
Kecemasan ini dikenal dalam filsafat eksistensial sebagai kegelisahan akibat kesadaran yang tinggi terhadap keberadaan. Kierkegaard menyebutnya “dizziness of freedom”, sementara Heidegger menggambarkannya sebagai “Angst”, yaitu kecemasan mendalam akan keberadaan dan ketiadaan.
1.2. Manifestasi Psikologis
Dalam psikologi, existential anxiety bisa tampak sebagai:
- Krisis identitas
- Rasa hampa atau meaningless
- Ketakutan berlebihan terhadap kematian
- Overthinking dan krisis nilai
- Gejala mirip depresi atau general anxiety
2. Siapa yang Mengalami Existential Anxiety?
Secara umum, semua manusia bisa mengalami kecemasan eksistensial. Namun, beberapa kelompok lebih rentan:
2.1. Dewasa Muda dan Remaja
Fase pencarian jati diri dan pilihan hidup menjadikan kelompok ini rentan terhadap krisis eksistensial. Mereka bertanya:
- “Apa yang harus aku lakukan dalam hidup?”
- “Apakah jalan ini benar?”
2.2. Profesional Dewasa dan Paruh Baya
Banyak profesional yang mengalami krisis makna atau “midlife crisis” di usia 35–50 tahun, terutama saat mereka merasa hidupnya berputar pada rutinitas tanpa makna spiritual.
2.3. Lansia
Pertanyaan tentang kematian, penyesalan masa lalu, dan warisan hidup muncul kuat pada fase ini.
2.4. Orang dengan Gangguan Psikologis atau Trauma
Pengalaman kehilangan, bencana, atau tekanan hidup ekstrem dapat memicu pencarian makna secara mendadak dan menyakitkan.
2.5. Individu yang Suka Merenung atau Reflektif
Mereka yang memiliki kepekaan filosofis atau spiritual mendalam sering kali mengalami kecemasan ini, meskipun secara objektif hidup mereka tampak baik.
3. Mengapa Existential Anxiety Terjadi?
Existential anxiety muncul karena:
- Kesadaran akan kematian
- Kesadaran akan kebebasan memilih dan tanggung jawab
- Ketidaktahuan akan makna hidup
- Keterbatasan manusia dalam memahami seluruh realitas
- Perasaan keterasingan dari Tuhan, manusia lain, atau diri sendiri
Dalam pandangan Islam, semua ini adalah bagian dari fitrah, yaitu naluri spiritual manusia untuk mencari kembali kepada asal-usulnya.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
4. Pandangan Islam tentang Kecemasan Eksistensial
Islam mengakui bahwa kegelisahan adalah bagian dari kondisi manusia. Namun, alih-alih membiarkannya berkembang menjadi destruktif, Islam menyalurkannya dalam bentuk pencarian makna melalui ibadah dan tauhid.
4.1. Tauhid sebagai Pusat Makna
Tauhid bukan hanya keyakinan teologis, tapi juga kerangka eksistensial. Kesadaran bahwa hidup ini berasal dari Allah, untuk Allah, dan kembali kepada Allah memberikan dasar yang stabil bagi jiwa.
4.2. Hidup sebagai Amanah dan Ujian
Hidup tidak absurd, tetapi merupakan ujian dan kesempatan untuk meraih kebaikan. Kematian bukan akhir, tapi pintu menuju kehidupan abadi.
4.3. Islam dan Konsep Diri
Islam tidak melihat manusia sebagai makhluk yang bebas tanpa arah, tetapi sebagai makhluk bertujuan yang dituntun oleh wahyu. Hal ini menghindarkan manusia dari kehampaan eksistensial.
5. Strategi Islam Mengatasi Existential Anxiety
Islam memberikan berbagai mekanisme spiritual dan praktis untuk menghadapi existential anxiety:
5.1. Dzikir dan Kesadaran Spiritual
Mengingat Allah secara terus-menerus adalah kunci ketenangan.
“Hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28)
5.2. Shalat sebagai Grounding Harian
Shalat tidak hanya ibadah ritual, tapi juga penata ulang pikiran, peneguh nilai, dan pemutus dari rutinitas kosong.
5.3. Muhasabah: Refleksi Terarah
Refleksi dalam Islam dilakukan secara terstruktur, bukan sekadar overthinking yang destruktif.
5.4. Membaca Al-Qur’an
Ayat-ayat Al-Qur’an mengarahkan pencarian makna kepada realitas hidup dan akhirat.
5.5. Doa dan Munajat
Berdoa adalah cara manusia mengekspresikan keresahan terdalamnya secara transenden.
5.6. Menjaga Relasi Sosial dan Amal
Memberi makna pada hidup dengan membantu sesama, menjaga ukhuwah, dan bersedekah.
6. Template Harian Dzikir & Refleksi Islami
Template ini disusun untuk mendampingi individu yang ingin membangun rutinitas spiritual harian guna meredakan kecemasan eksistensial.
6.1. Pagi Hari
- Waktu: Setelah Subuh
- Niat: Menyusun niat hidup untuk hari ini
- Dzikir: Hasbiyallah, Ya Hayyu Ya Qayyum (Cukuplah Allah bagiku, Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri)
- Refleksi: “Apa yang akan membuat hidupku bermakna hari ini?”
6.2. Tengah Hari
- Waktu: Setelah Dzuhur
- Dzikir: La haula wa la quwwata illa billah (Tiada daya (untuk menghindar dari keburukan) dan tiada kekuatan (untuk meraih kebaikan) kecuali dengan pertolongan Allah)
- Refleksi: “Apakah aku masih mengikuti niat pagiku?”
6.3. Sore Hari
- Waktu: Setelah Ashar
- Dzikir: Astaghfirullah, Subhanallah wa bihamdih (Aku memohon ampun kepada Allah, Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya)
- Refleksi: Apa yang kusyukuri hari ini?
6.4. Malam Hari
- Waktu: Sebelum tidur
- Dzikir: Doa penyerahan, surat Al-Mulk
- Refleksi: Apakah hari ini kulalui dengan makna?
6.5. Penutup Mingguan
- Menilai apa saja nilai hidup yang tampak selama seminggu.
7. Integrasi dengan Psikologi Modern
Pendekatan Islam sejalan dengan beberapa pendekatan psikologi modern seperti:
- Logotherapy (Viktor Frankl): Pencarian makna sebagai inti penyembuhan
- ACT (Acceptance and Commitment Therapy): Fokus pada nilai dan aksi
- CBT Eksistensial: Mengganti distorsi pikiran dengan makna spiritual
Namun Islam menambahkan dimensi transendental yang tidak ditemukan dalam pendekatan sekuler.
Kesimpulan
Existential anxiety adalah bagian dari fitrah manusia. Dalam Islam, kegelisahan eksistensial bukanlah penyakit yang harus dimatikan, melainkan panggilan untuk kembali kepada Tuhan.
Dengan mengintegrasikan nilai tauhid, ibadah harian, muhasabah, dan amal, Islam menyediakan kerangka eksistensial yang stabil dan penuh harapan. Melalui rutinitas dzikir dan refleksi, seorang Muslim bisa mengatasi kecemasan terdalam bukan dengan menghindarinya, tapi dengan menyucikannya menjadi jalan menuju kedamaian hakiki.
“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai.” (QS. Al-Fajr: 27–28)
Referensi
- Al-Qur’an al-Karim
- Hadis Shahih (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi)
- Yalom, I. D. (1980). Existential Psychotherapy
- Frankl, V. E. (1946). Man’s Search for Meaning
- Al-Ghazali. Ihya Ulumuddin
- Ibn Qayyim al-Jawziyah. Madarij as-Salikin
- Judith Beck. CBT: Basics and Beyond (2020)
- John Kabat-Zinn. Full Catastrophe Living (1990)

Maintenance, projects, and engineering professionals with more than 15 years experience working on power plants, oil and gas drilling, renewable energy, manufacturing, and chemical process plants industries.